DEWAN PENGURUS DAERAH ASOSIASI PENGAWAS KETENAGAKERJAAN INDONESIA PROVINSI JAWA BARAT


PENDAHULUAN


Berdasarkan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah dirumuskan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Guna mewujudkan cita-cita negara tersebut, di bidang ketenagakerjan, merujuk kepada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 No.23 Dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia, bahwa Pengawasan Ketenagakerjaan diadakan guna : a. Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan-peraturan perburuhan pada khususnya; b. Mengumpulkan bahan-bahan ketenagakerjaan tentang soal-soal hubungan kerjadan keadaan perburuhan dam arti yang seluas-luasnya guna membuat undang-undang dan peraturan-peraturan perburuhan; c. Menjalankan pekerjaan lain-lainnya yang diserahkan kepadanya dengan undang-undang atau peraturan-peraturan perburuhan. Bahwa pengawasan ketenagakerjaan memegang peran sentral dalam peningkatan kepatuhan dan penegakan hukum norma ketenagakerjaan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 3 Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 81 Tahun 1947 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan. Selain Konvensi ILO Nomor 81 Tahun 1947 tersebut, terdapat juga Konvensi ILO yang mengatur pengawasan ketenagakerjaan di pertanian yaitu Konvensi ILO Nomor 129. Kedua Konvensi ILO tersebut memiliki kesamaan bahwa sistem pengawasan ketenagakerjaan dalam menjalankan tugasnya harus berfungsi:

a. menjamin penegakan hukum mengenai kondisi kerja dan perlindungan tenaga kerja dan peraturan yang menyangkut waktu kerja, pengupahan, keselamatan, kesehatan serta kesejahteraan, tenaga kerja anak serta orang muda dan masalah-masalah lain yang terkait.

b. memberikan informasi tentang masalah-masalah teknis kepada pengusaha dan pekerja/buruh mengenai cara yang paling efektif untuk mentaati peraturan perundang-undangan.

c. memberitahukan kepada pemerintah mengenai terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan yang secara khusus tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Masalah ketenagakerjaan di masa datang akan terus berkembang semakin kompleks sehingga memerlukan penanganan yang lebih serius. Pada masa perkembangan tersebut pergeseran nilai dan tata kehidupan akan banyak terjadi. Pergeseran dimaksud tidak jarang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menghadapi pergeseran nilai dan tata kehidupan para pelaku industri dan perdagangan, maka pengawasan ketenagakerjaan dituntut untuk mampu mengambil langkah-langkah antisipatif serta mampu mengantisipasi segala perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu penyempurnaan terhadap sistem pengawasan ketenagakerjaaan harus terus dilakukan agar peraturan perundangundangan dapat dilaksanakan secara efektif oleh para pelaku industri dan perdagangan. Dengan demikian pengawasan ketenagakerjaan sebagai suatu sistem mengemban misi dan fungsi agar peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat ditegakkan. Penerapan peraturan perundangundangan ketenagakerjaan juga dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh sehingga kelangsungan usaha dan ketenangan kerja dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja dapat terwujud.


Secara empiris masalah ketenagakerjaan terus berkembang dan semakin kompleks, seiring dengan pergeseran nilai dan tata kehidupan yang berpotensi melahirkan kesenjangan dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pergeseran nilai dimaksud antara lain dipengaruhi oleh perubahan sistem pemerintahan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, revolusi industri 4.0 yang mengarah revolusi industri 5.0, bonus demografi, dan pandemi Covid-19.


Pengawas ketenagakerjaan dalam menjalankan tugasnya dituntut untuk bekerja secara profesional dalam menghadapi perkembangan sosial masyarakat yang sangat dinamis. Pengawas ketenagakerjaan sebagai garda terdepan penegakan hukum ketenagakerjaan dituntut profesional dan independen serta terus meningkatkan kemampuan teknis agar mampu melayani kebutuhan masyarakat akan perlindungan hak asasinya (dasarnya).


Perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi dengan konsekuensi rentang kendali pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah termasuk pengawasan ketenagakerjaan menjadi tidak maksimal. Secara teknis sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, sistem dan kebijakan pengawasan ketenagakerjaan secara nasional ditetapkan oleh pemerintah pusat. Pengelolaan SDM pengawas ketenagakerjaan secara nasional juga dilakukan oleh pemerintah pusat (dalam hal ini yaitu Kementerian Ketenagakerjaan), tetapi SDM pengawas ketenagakerjaan yang di daerah berstatus sebagai pegawai pemerintah daerah dalam pelaksana penyelenggaraan pengawasan ketenagakerjaan di daerahnya. Kondisi ini sering menimbulkan permasalalahan dalam pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan secara profesional dan independen.


Berdasarkan hal-hal tersebut di atas untuk meningkatkan profesionalisme dan kemampuan serta kemandirian pengawas ketenagakerjaan perlu dibentuk suatu organisasi yang mewadahi seluruh pengawas ketenagakerjaan Indonesia. Organisasi tersebut, disepakati bernama ASOSIASI PENGAWAS KETENAGAKERJAAN INDONESIA yang selanjutnya disingkat APKI. Pembentukan APKI juga mengacu pada Filosofi Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam wadah NKRI. Secara internasional juga sudah ada Asosiasi Pengawas Ketenagakerjaan Dunia atau dikenal dengan International Assosiation of Labour Inspector (IALI).


Dalam perkembangan sistem pemerintahan bahwa jabatan fungsional pengawas ketenagakerjaan telah menjadi profesi. Lebih lanjut berdasarkan Pasal 101 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, diatur bahwa setiap jabatan fungsional yang telah ditetapkan wajib memiliki satu organisasi profesi dan setiap pejabat fungsional wajib menjadi anggota organisasi profesi. Khusus untuk jabatan fungsional pengawas ketenagakerjaan telah diatur dalam Pasal 55 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 30 Tahun 2020 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan, bahwa setiap pejabat fungsional pengawas ketenagakerjaan wajib menjadi anggota Asosiasi Pengawas Ketenagakerjaan Indonsia (APKI) sebagai organisasi profesi.


APKI adalah organisasi profesi bagi Jabatan Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan. Namun demikian, APKI yang telah dibentuk pada Tahun 2001 dalam AD dan ART nya menyatakan bahwa APKI merupakan organisasi profesi yang beranggotakan para pengawas ketenagakerjaan di seluruh Indonesia yang terdiri dari pengawas fungsional maupun pengawas ketenagakerjaan yang menduduki jabatan struktural serta pengawas ketenagakerjaan yang sudah purna bhakti.


APKI mempunyai tugas: a). menyusun kode etik dan kode perilaku profesi; b. memberikan advokasi; dan c. memeriksa dan memberikan rekomendasi atas pelanggaran kode etik dan kode perilaku profesi. Kode etik dan kode perilaku profesi ditetapkan oleh APKI setelah mendapat persetujuan dari Instansi Pembina yang dalam hal ini adalah direktorat jenderal yang membidangi pengawasan ketenagakerjaan khususnya dan kementerian yang membidangi ketenagakerjaan pada umumnya.


Instansi pembina mempunyai tugas antara lain: memfasilitasi pembentukan organisasi profesi Jabatan Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan dan memfasilitasi penyusunan dan penetapan kode etik dan kode perilaku profesi Jabatan Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan. Hubungan kerja antara Instansi Pembina dengan APKI bersifat koordinatif dan fasilitatif untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pembinaan Jabatan Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan


Menyikapi situasi perubahan dan perkembangan jaman, Pengawas Ketenagakerjaan perlu melakukan langkah adaptasi, maka APKI yang selama ini telah berdiri sejak tahun 2001, perlu dilakukan penyesuaian untuk menjawab kebutuhan di bidang pengawasan ketenagakerjaan. Dalam kaitan tersebut, APKI sebagaimana cita-cita pembentukannya hendaknya mampu berperan dalam meningkatkan profesionalisme, kemajuan, kesejahteraan, serta meningkatkan perlindungan harkat dan martabat pengawasan ketenagakerjaan. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut perlu keikutsertaan dan optimalisasi peran seluruh potensi yang dimiliki, baik itu fungsional pengawas ketenagakerjaan, pengawas ketenagakerjaan yang menduduki jabatan struktural di bidang ketenagakerjaan maupun di luar bidang ketenagakerjaan, termasuk purna bakti pengawasan ketenagakerjaan yang terdaftar sebagai anggota APKI.


Selaras dengan Pasal 55 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 30 Tahun 2020 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan, APKI sebagai organisasi profesi harus didaftar pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, sebagai pelaksanaan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI., Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum Dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan.


PEMBENTUKAN DPD APKI PROVINSI JAWA BARAT

Dewan Pengurus Daerah disusun oleh Ketua DPD P2KI terpilih dan disahkan melalui surat keputusan Ketua DPP APKI. Susunan Deawan Pengurus Daerah terdiri atas : 

a. Dewan Pembina Daerah;

b. Ketua;

c. Wakil Ketua;

d. Sekertaris;

e. Bendahara, dan

f.  Bidang


Susunan Dewan Pengurus Daerah tersebut lebih lengkap sebagaimana termuat dalam website DPD APKI Provinsi Jawa Barat ini.